Rabu, 13 Oktober 2010

UU PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN

HAL BARU DALAM UU 32/2009

1. RPPLH
2. EKOREGION
3. KLHS
4. PENGUATAN AMDAL (SERTIFIKASI, LISENSI, SANKSI)
5. PERIZINAN LINGKUNGAN
6. INSTRUMEN EKONOMI LINGKUNGAN
7. PERATURAN PERUU BERBASIS LINGKUNGAN HIDUP
8. ANGGARAN BERBASIS LINGKUNGAN
9. ANALISA RESIKO LINGKUNGAN
10. AUDIT LINGKUNGAN HIDUP
11. PENINGKATAN PERAN PPLH PPNS
12. SANKSI DAN DENDA MINIMAL DAN MAKSIMAL

Kapitalisme, Modernisasi dan Kerusakan Lingkungan

Sebenarnya judul tulisan ini adalah judul dari satu buku yang sangat menarik.  Namun ternyata sampai malam ini belum selesai saya baca.  Yah gara-gara tugas yang menumpuk plus persiapan untuk ujian besok.  Kebetulan besok jadwal ujian hukum lingkungan.  Jadilah saya intip dulu bagian akhir dari buku ini.  Saya sengaja belum membaca utuh karena ingin menikmati dan lebih mencerna  materinya bakda ujian.
Namun tidak ada salahnya saya sampaikan sedikit isi dari buku ini.  Buku ini adalah tulisan dari Prof. Dr. FX. Aji Samekto.  Beliau adalah guru besar fakultas hukum Universitas Diponegoro.
Beliau mengatakan bahwa kapitalisme telah mendorong dan mengharuskan adanya ekspansi ke luar dalam rangka penguasaan pasar dan sumber pasokan bahan baku.
Perebutan dan penguasaan pasar, sumberdaya alam tersebut sebenarnya bertujuan untuk menjamin keberlangsungan penumpukan modal negara asalnya.  Oleh karena itu sumberdaya alam dapat dieksploitasi secara besar-besaran demi kepentingan maksimalisasi laba.
Setelah perang dunia II, dominasi kapitalisme tidak lagi diwujudkan dalam penjajahan fisik, tetapi diwujudkan dalam bentuk penjajahan non fisik.  Di bidang ekonomi dibentuklah lembaga-lembaga ekonomi yang pada hakikatnya akan mengendalikan negara-negara yang baru merdeka.  Lembaga-lembaga ekonomi yang dimaksud adalah : World Bank yang dibentuk pada tahun 1946; International Monetary Fund (IMF) yang dibentuk pada tahun 1947; General Agreement Tariff and Trade (GATT), yang dibentuk pada tahun 1947.
Di bidang sosial mulai dilakukan rekayasa sosial melalui penyusunan teori-teori sosial.  dalam hal ini, dikembangkan teori-teori yang dapat menarik terhadap dan dapat diplubikasikan di negara-negara Dunia Ketiga namun tetap dapat melanggengkan kapitalisme itu sendiri.  Salah satu teori sosial yang kemudian diintroduksikan ke negara-negara berkembang dan yang baru merdeka adalah teori modernisasi atau teori pembangunan yang dikembangkan di Amerika Serikat sejak 1948.  Diintroduksikannya teori modernisasi ke negara-negara Dunia Ketiga, karena menurut negara-negara Barat, negara-negara Dunia Ketiga merupakan negara yang masih dalam proses modernisasi, khususnya dalam proses pertumbuhan ekonomi.  Pertumbuhan ekonomi itu diharapkan dapat berjalan menurut proses atau tahap-tahap tertentu, yang juga pernah dialami oleh negara-negara maju.  Teori modernisasi mengidealkan suatu wahana untuk mencapai modernisasi melalui sistem kapitalisme, sehingga pembangunan harus didasarkan pada pertumbuhan ekonomi.
dalam konstruksi teori modernisasi, sebenarnya peran negara telah dikurangi seminimal mungkin, hal mana sesuai dengan paham kapitalisme yang sangat meminimalkan peran negara dalam urusan ekonomi masyarakat dan mengedepankan peran swasta.  Penerapan teori modernisasi dalam kebijakan di negara-negara berkembang (Dunia Ketiga) menyebabkan terbukanya peluang bagi negara-negara kapitalis untuk mengembangkan usahanya di negara berkembang melalui perusahaan-perusahaan multinasional.  dalam operasinya, perusahaan-perusahaan ini kemudian melakukan eksploitasi sumberdaya alam di negara-negara tersebut.  Hal ini sebetulnya merugikan negara-negara Dunia Ketiga (termasuk Indonesia) karena yang terjadi kemudian adalah kerusakan lingkungan.
Besarnya peran korporasi multinasional di era global sekarang merupakan implementasi konsep good governance ala negara-negara Barat sejak awal globalisasi pada 1990an.  dalam konsep ini, kekuasaan negara dibuat lebih terbatas demi kepentingan pasar.  Kekuasaan lebih besar dialihkan kepada korporasi multinasional untuk berpartisipasi dalam pasar bebas dunia.  Maka korporasi multinasional semakin didesak oleh negaranya untuk menancapkan dominasinya di wilayah mana pun.
Hasil penelitian Jed Greer dan Kenny Bruno (1999) yang dibukukan dalam The Reality Behind Corporate Environmentalism, menyimpulkan bahwa sejak 1990an korporsi-korporasi multinasional telah berhasil meraih pengaruh atas berbagai urusan internasional.  Korporasi-korporasi multinasional yang semakin menguasai ekonomi dunia berusaha melestarikan dan memperluas pasar mereka dengan menampilkan diri seperti pelindung  dan pelestari lingkungan dan pemimpin penghapusan kemiskinan.
Namun, laporan Sekjen PBB pada pembukaan Konperensi Dunia untuk Pembagunan Berkelanjutan di Johannesburg pada 2002 menyatakan antara 1992-2002 terjadi kekosongan pelaksanaan Agenda 21.  Kondisi lingkungan justru semakin memburuk.  Agenda 21 adalah dokumen yang berisi rencana-rencana aksi yang disepakati negara-negara di dunia termasuk Indonesia, dalam KTT Bumi 1992, untuk mengimplementasikan konsep Pembangunan Berkelanjutan di abad ke-21.  Di sisi lain, Era 1992-2002 adalah era paham globalisasi sedang mendunia, di mana aktor non negara seperti korporasi multinasional semakin didayagunakan sebagai kepanjangan tangan kepentingan negara-negara pemilik kapital.  laporan Sekjen PBB tersebut secara tidak langsung membuktikan bahwa dominannya peran korporasi multinasional dalam ekonomi dunia tidak paralel dengan membaiknya kondisi lingkungan.  Maka benarlah bila dikatakan bahwa globalisasi dengan segala implikasinya dapat mengubah tujuan Pembangunan Berkelanjutan. 
Terimakasih Prof, dan mohon izinnya untuk share tulisan anda

Jumat, 01 Oktober 2010

KECERDASAN EKOLOGIS, MENGUNGKAP RAHASIA DI BALIK PRODUK-PRODUK YANG KITA BELI

Di antara sedikit sela waktu mengerjakan tugas akhir semester yang nggak kelar-kelar, kuambil buku yang hampir sebulan kubeli namun belum terbaca.  Buku yang cukup menarik.  Dengan cover warna hijau muda bergambar seperti silhuet pohon dan memakai pilihan kertas koran, buku ini terkesan murah tapi elegan.  Yee.. apa maksudnya.
  
Buku yang saya maksud bertajuk "Ecological Intelligence" Kecerdasan Ekologis Mengungkap Rahasia di Balik Produk-produk yang Kita Beli, ditulis oleh Daniel Goleman - pengarang buku bestseller Emotional Intelligence- diterbitkan oleh Penerbit Gramedia Jakarta.

Dalam  buku terbarunya ini, pengarang mengungkapkan dampak tersembunyi barang-barang yang kita konsumsi terhadap lingkungan dan bagaimana dengan pengetahuan baru ini kita dapat membuat perubahan penting dalam menyelamatkan bumi dan diri kita sendiri.
Dalam buku ini, Daniel Goleman menjabarkan mengapa begitu banyak produk yang diberi label "green" ternyata cuma omong kosong belaka, dan menyorot ketidakkonsistenan kita dalam menanggapi krisis ekologis.


  • Sampo "herbal" ternyata mengandung senyawa industri yang dapat mengancam kesehatan atau meracuni lingkungan
  • Losion penahan sinar matahari yang kita pakai ketika menyelam dapat menularkan virus yang bisa mematikan terumbu
  • T-shirt katun organik ternyata menggunakan bahan pencelup yang bisa menyebabkan pekerja pabrik berisiko terkena leukimia.


Berdasarkan riset yang mendalam, Mbah Man menerangkan mengapa kita sebagai pembeli tidak tahu menahu mengenai dampak tersembunyi barang-barang dan jasa yang kita pakai.  Konsumen juga menjadi korban dari tak tersedianya informasi tentang efek merugikan yang timbul dari proses produksi, pengiriman, pengemasan, pendistribusian dan pembuangan barang-barang yang kita beli.

Namun Mbah Man menyebutkan bahwa teknologi yang memungkinkan kita mendapat informasi ekologis tentang produk yang akan kita beli - Goleman menyebutnya "transparansi radikal"- akan memungkinkan konsumen lebih cerdas dalam membeli.  hal ini akan mendorong perusahaan untuk berpikir ulang dan memperbarui bisnis mereka yang akan mengantar kita ke era baru keuntungan kompetitif.
Sebuah pencerahan baru, mudah-mudahan kita sadar jangan-jangan kita sudah merasa memakai produk ramah lingkungan namun ternyata masih menjadi ancaman bagi lingkungan.