Minggu, 05 September 2010

RAMADHAN, PRODUKSI SAMPAH DAN KECERDASAN EKOLOGI KITA

      Ramadhan tahun 1431 H sebentar lagi usai, meninggalkan kita dengan berbagai nilai. Hanya pribadi masing-masing yang bisa merasakan apakah ramadhan tahun ini kita benar-benar telah menggapai "takwa".
Ramadhan sudah sama-sama kita ketahui output apa sebenarnya yang ingin diraih. Salahsatunya adalah ramadhan mengajarkan agar kita bisa berempati, peduli pada saudara-saudara kita kelaparan dan bagaimana kita menjadi sehat dengan mengatur asupan makanan ke dalam tubuh kita.
Ada 2 hal yang patut kita renungkan dari amalan berpuasa pada bulan ramadhan ini, terkait dengan kondisi lingkungan hidup kita yang sudah semakin rusak.

  1. Berpuasa artinya menahan untuk tidak makan, minum, berhubungan sex serta hal-hal lain yangmembatalkan dari terbit fajar hingga tenggelamnya matahari (dari subuh hingga maghrib). Dengan tidak memasukkan makanan dan minuman ke dalam tubuh sekitar 12 jam tiap hari artinya organ pencernaan kita diberi kesempatan untuk istirahat, me"repair" dan mendetoksifikasi penyakit-penyakit yang ada di dalam tubuh. Hal itu berarti kalau kita ingin sehat maka kita harus memberi kesempatan kepada organ pencernaan kita untuk beristirahat dan membuang polutan yang ada di dalamnya. Pelajaran lain yang kita peroleh adalah lingkungan hidup kita kondisinya sudah sakit. Perlu kesadaran dari kita untuk meminimalisir sampah yang keluar ke lingkungan. Sudah saatnya kita memiliki "kecerdasan ekologis". Menurut David Goleman kita harus senantiasa mempertimbangkan resiko-resiko lingkungan yang timbul pada saat kita memutuskan untuk membeli/mengkonsumsi suatu barang. Apakah toples kue lebaran tahun lalu tidak mencukupi? Apakah toples itu hanya menambah beban lingkungan untuk mengurainya? Perlu tidak kita mengganti taplak meja, gorden atau sandal/sepatu jika akhirnya menambah beban bagi lingkungan. Rasulullah SAW memang menyunnahkan kita berpakaian, berhias dengan yang terbaik pada saat lebaran. "Terbaik" bukan berarti membeli yang baru.
  2. Berpuasa mengajarkan kita kesederhanaan, tidak berlebih-lebihan dalam mengkonsumsi makanan atau barang lainnya. Namun menjadi ironi manakala yang kita temui adalah meningkatnya belanja makanan pada setiap rumah tangga di bulan ramadhan. Pada akhirnya produksi sampah meningkat, beban lingkungan semakin berat karena konsumsi yang berlebihan pada bulan ramadhan. Padahal Rasulullah SAW sudah mengajarkan berbuka cukup dengan beberapa butir kurma dan seteguk air.

Sabtu, 04 September 2010

Indikator Keberhasilan Ramadhan

Indikator Keberhasilan Ramadhan Kita
Oleh H. Jumadi Subur   *)
Ramadhan tidak lama lagi berakhir. Rasanya belum banyak yang bisa kita lakukan untuk mengoptimalkan Ramadhan bagi peningkatan taqwa, tapi apa dikata, Ramadhan tetap akan berakhir dan kita berharap semoga Ramadhan yang akan datang dapat kita jumpai lagi dengan tekad bisa mengisinya dengan sesuatu yang lebih baik.
Salah satu yang kita harapkan dengan berakhirnya Ramadhan adalah kembalinya kita kepada fitrah atau kesucian diri kita masing-masing sebagaimana bayi yang baru dilahirkan, dalam keadaan tidak berdosa dan memiliki tauhid yang mantap. Allah Swt memang telah menjanjikan demikian melalui sabda Rasul-Nya Saw yang berbunyi:
Allah SWT mewajibkan puasa Ramadhan dan aku mensunnahkan shalat malam harinya. Barangsiapa berpuasa dan shalat malam dengan mengharap pahala (keridhaan) Allah, maka dia keluar dari dosanya seperti bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya (HR. Ahmad).
Manakala kita telah kembali kepada fitrah dalam arti terhapus dosa-dosa dan bersih tauhid kita dari segala bentuk kemusyrikan, maka kita termasuk orang yang sukses dalam menunaikan ibadah Ramadhan tahun ini.
Keberhasilan ibadah Ramadhan dalam bentuk terhapusnya dosa-dosa merupakan sesuatu yang abstrak, bukan sesuatu yang konkrit atau nyata. Oleh karena itu kita mesti memiliki tolok ukur keberhasilan ibadah Ramadhan dengan ketaqwaan kepada Allah Swt yang meningkat. Ada beberapa indikasi yang bisa kita jadikan patokan untuk menilai diri; apakah ibadah Ramadhan kita berhasil atau tidak.
(1)  Tauhid yang Mantap
Seorang muslim yang habis menunaikan ibadah puasa, maka seharusnya dia memiliki tauhid yang mantap, dengan tauhid yang mantap itu dia selalu mengutamakan Allah Swt dan selalu terikat pada nilai-nilai yang diturunkan-Nya. Karena itu orang yang tauhidnya mantap, akan selalu menjalani kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah, mencintai Allah di atas segala-galanya serta tunduk dan taat kepada-Nya.
(2) Akhlak yang Mulia
Ibadah Ramadhan telah mendidik kita untuk selalu berakhlak yang mulia, karenanya keberhasilan ibadah Ramadhan membuat akhlak atau moral yang tercela terkikis habis dari jiwa dan kepribadian kita masing-masing. Maka sesudah kita menunaikan ibadah Ramadhan, keberhasilan yang harus kita tunjukkan adalah dengan memiliki akhlak yang mulia. Kemuliaan akhlak suatu masyarakat akan membuat kehidupan berlangsung dengan aman dan sentosa serta penuh dengan berkah dari Allah Swt, dan sebaliknya akhlak yang tercela dalam suatu masyarakat akan membuat kehancuran, malapetaka dan laknat Allah Swt.
(3). Semangat Menutunt Ilmu
Aktivitas Ramadhan juga telah merangsang kegairahan kita untuk menimba ilmu pengetahuan, khususnya yang menyangkut pendalaman ajaran Islam. Kuliah subuh, kuliah zuhur, ceramah tarawih, pesantren Ramadhan dan studi keislaman lainnya di bulan Ramadhan merupakan aktivitas-aktivitas yang merangsang semangat kita untuk menimba ilmu pengetahuan. Aktivitas ini membuat kita tidak hanya lebih panatis sebagai seorang muslim, tapi juga paham dan memiliki wawasan keislaman yang lebih baik. Dan sesudah Ramadhan ini, semangat itu harus kita buktikan.
(4) Semangat Memakmurkan Masjid
Ramadhan juga telah melatih kita untuk kembali ke masjid, kembali memakmurkan masjid, kembali beraktivitas di masjid. Itu sebabnya selama Ramadhan, kita rasakan masjid-masjid kita relatif lebih makmur, pengurus dan jamaahnya lebih aktif dan aktivitas lebih banyak dan bervariasi. Berakhirnya Ramadhan tidak boleh membuat masjid kita kembali sepi, tanpa kepengurusan yang serius, tanpa jamaah yang aktif dan tanpa aktivitas.

(5). Solidaritas Sosial yang Tinggi
Ibadah Ramadhan juga telah mendidik kita untuk merasakan betapa tidak enaknya lapar dan haus itu yang juga telah disertai dengan menunaikan kewajiban sakat fitrah bahkan diselingi dengan infaq dan shadaqah yang kesemua itu bermuara pada penumbuhan dan pemantapan rasa tanggung jawab sosial. Karena itu sesudah Ramadhan berakhir, semestinya semakin mantap rasa tanggung jawab sosial kita sehingga kita punya perhatian terhadap kaum muslimin yang mengalami kesulitan hidup secara ekonomi.
Dengan demikian, ibadah Ramadhan yang hampir kita akhiri, tentu saja harus meninggalkan bekas yang mendalam sehingga ketaqwaan kita kepada Allah Swt semakin mantap yang berarti apapun yang kita hendak lakukan selalu berpijak pada nilai-nilai luhur yang terdapat dalam Islam yang agung.

H. Jumadi Subur,
Kepala Cabang PT Indosat Tg. Balai Karimun dan
Pembina KPPM Shadik Kab. Karimun